Semenjak
aku dinyatakan lulus di sebuah universitas negeri di Semarang, yang terpikirkan
dikepala ini adalah aku harus berpisah dari orangtua, adik-adikku dan semua
teman-teman yang telah berjuang bersama dalam setiap perang dingin yang telah
kami lewati bersama dalam beberapa musim. Itu adalah hal tersulit dalam diriku.
Hanya memiiki waktu seminggu untuk berpikir dan pada akhirnya, aku memutuskan
untuk meraih setiap kepingan-kepingan mimpi yang selama ini aku cari.
Langakahku
terhenti pada sebuah rumah berwarna hijau. Kucoba memberanikan diri untuk
mengetuk pintu berwarna coklat dengan
tubuh yang sangat lelah, penuh dengan keringat. Kemudian seorang perempuan yang
seumuran dengan ibuku datang mendekat dan menghampiriku. Lalu aku masuk dan
mengatakan maksud dan tujuan dari kedatanganku ini. Begitulah awal cerita aku
memasuki kehidupan keluarga ini.
Hari
demi hari kujalani setiap cerita demi cerita baru yang tertulis dalam sebuah
buku yang tak tahu apa akhirnya, bersama keluarga ini. Begitu banyak cerita
yang selalu menantiku. Banyak yang harus kupelajari dan perbaharui. Mulai dari
sikap, sifat, dan juga bahasa serta kepribadianku yang selama ini memiliki
banyak salah dan tidak sesuai. Walaupun begiu, aku tetap ingat dengan
keluargaku yang jauh disana. Aku selalu memimpikan dan juga mendoakan bersama
cahaya bulan yang selalu menemaniku disetiap malam.
Perbedaan
itu memang ada. Aku selalu mencoba untuk menutup setiap celah-celah kecil itu.
Menyusun setiap batu-batu kecil menjadi sebuah tembok besar dalam kehidupan
ini. Setiap keramah-tamahan, kesopanan, dan kebaikan itu telah merasuki tubuh
dan nafas ini, meredamkan setiap kobaran api yang selalu menghantuiku setiap
saat.
Semua
nafas ini aku berikan buat orang yang aku cintai. Suatu saat nanti, aku pasti
akan kembali untuk memberikan hasil dari padi yang aku tanam yang berasal dari
kerja keras yang penuh dengan tetes keringat ini.
Tapi,
aku takut. Aku takut tak bisa kembali. Aku takut janjiku tidak bisa aku tepati.
Aku takut aku terlambat. Aku takut semuanya pergi. Aku takut ketika kebencian
itu kembali menghampiriku, mencabik-cabik tiap kulitku dan menghanyutkanku pada
sebuah lubang yang aku tidak pernah tahu akan dasarnya dan kemudian aku mati
meninggalkan semua jejak darah dalam setiap tubuh yang menangis dikesunyian
malam. Aku harap aku tidak bermimipi dan aku pasti kembali.
0 Responses so far.
Posting Komentar